Wednesday, May 4, 2011

Ketika Pelangi Itu Pergi




Jari-jemari lentik nan mungil milik Kania segera meluncur diatas keyboard. Bunyi klak-klik karena cepatnya dia mengetik kata demi kata mengusik ketenangan tidur siang adiknya.
“Ka, nulis apa sih? Cerita? Belum tentu juga diterima di majalah.” sungut Karina dengan kesalnya.
“Kok ngomongnya gitu” sambil tersenyum dan menyeruput lemon tea ditemani pisang goreng buatan mama tersayang yang selalu mendukungnya.
Selama minggu terakhir ini memang Kania sangat getol duduk didepan laptop kesayangannya dan sanggup berjam-jam untuk menulis.

“Nia.. jangan lupa makan siang” mama mengingatkan Kania.
“Iya mah, nanti sekalian dari perpustakaan” jawab Kania sambil siap-siap meluncur dengan sepeda pink-nya.
Cuaca hari itu memang sangat mendukung untuk bersepeda dan Kania dengan semangatnya mengayuh kaki mungilnya untuk segera meminjam buku-buku yang sudah dia buat list-nya. Perpustakaan adalah salah satu tempat favoritnya. Kania dengan kacamata minus tebalnya memandangi rak buku yang tingginya melebihi dirinya.
“Hai, boleh saya bantu mencari buku yang adik butuhkan?” tiba-tiba sosok tubuh tinggi atletis milik Andika, yang sangat digandrungi teman-teman di sekolah menyapanya.
“Oh, terimakasih, sudah ketemu kok.” jawab Kania sambil bergegas mencari tempat duduk yang aman.
Hatinya masih berdegup kencang walau dia berusaha untuk tetap santai. Ah seandainya aku boleh pacaran, mungkin dengan senang hati membuka diriku dengan cowok seganteng Andika. Sambil menyungging senyum, Kania segera memulai petualangannya dengan setumpuk buku-buku dihadapannya. 

______________________________

“Ka, sudah berapa orang yang mulai mengumpulkan naskah cerita untuk perlombaan bulan depan?” Mia dengan tubuh gempalnya tergopoh-gopoh mencoba mengikuti gerak langkah kakak kelasnya, Andika.
“Baru ada 2 orang, dari kelas 1 dan 2” jawab Andika dengan tegas, seakan-akan tidak ingin diganggu dan segera berlalu.
“Huh, sok sibuk banget sih” Mia dengan tampang juteknya kembali kedalam kelas.
“Siapa suruh mau jadi sekretaris Om Andika” Ujang teman sekelasnya meledeknya.
Tangan Mia sudah hampir mendarat dikepala botak Ujang tapi telak mengenai Anisa yang duduk disebelahnya.
“Oops sori Nis” Mia segera mengejar Ujang yang melarikan diri keluar kelas dan hampir bertabrakan dengan Kania.
“Ehh apa-apaan sih” Kania dengan agak kesal merapihkan buku-buku yang hampir jatuh dari pegangannya.
“Awas lo Jang! Balik gue jitak beneran” dengan nafas tersengal-sengal, Mia mengikuti Kania kedalam kelas.
“Mi, ngapain juga lo ngejar Ujang, anak kaya gitu ga usah diladenin deh” Kania tersenyum mengingat kebengalan Ujang terhadap teman-teman sekelasnya.
“Ni, gue tadi ngobrol sebentar sama Andika, baru ada dua orang yang mengumpulkan naskah cerita untuk perlombaan bulan depan, target belum sampai nih” Mia mengatur nafasnya untuk berbicara lebih panjang lagi tetapi bunyi bel khas Pak Manto, penjaga sekolah menghentikan niatnya.
“Ok, nanti sepulang sekolah kita lanjutkan lagi ya” Kania segera berkonsentrasi dengan pelajaran Fisika yang sangat tidak disukainya.

______________________________

“Argghh, kenapa laptop kakak jadi eror begini. Karin! Kamu pasti main game dari facebook ya?” Kania tiba-tiba melabrak adiknya yang sedang menonton kartun doraemon.
“Ga main game kok ka, cuma ikutan kuiz-kuiz aja, abis iseng sih” Karin menjawab dengan santai sambil meneruskan Doraemon yang sedang memarahi Nobita.
“Huh, kamu memang sama aja seperti Nobita” dengan kesal, Kania segera berlalu mencari Papa di ruang kerja. Papa nya memang bisa diandalkan untuk urusan seputar komputer. Hampir setengah jam laptop Kania harus dikarantina terlebih dahulu.
“rin, kamu apa gak bosen yah sama facebook? Hati-hati deh sekarang kalau kamu buka aplikasi dari situs itu. Untung Papa masih mau bantu walau sibuk.” Kania mencoba menasihati adiknya yang sudah lima watt memeluk bantal guling.
“Iya iya, besok ke Warnet Pasar baru aja, tapi bagi duit dong, Ka” Jawab Karina.
“Uang saku adik kan banyak, kenapa gak dipake buat nge-warnet” Kania mencoba meledek adiknya.
“Ah pelit!” Karina melempar bantal Winnie The Pooh mungilnya kearah Kania.
“Hahaha Got it!” jadi ini buat kakak ya sambil menangkap Pooh.
____________________________

Cuaca Jakarta semakin hari semakin tidak bisa diduga-duga. Ketika panasnya bisa melelehkan es hanya beberapa menit seketika berubah menjadi mendung dan hujan. Cuaca hari ini sangat tidak mendukung Kania untuk bersepeda, tetapi hari ini dia harus menyelesaikan naskah cerita. Dia ingin sekali mencoba mengikuti perlombaan jurnalistik di sekolahnya. Dia ingin menjadi penulis terkenal, membuat buku yang dibaca berjuta-juta orang di dunia. Yah itulah hayalannya.
“Hujan sudah tidak terlalu besar sekarang, hanya rintik-rintik. Aku harus mengejar satu halaman lagi untuk menyelesaikan cerita ini” pikir Kania sambil menyiapkan peralatan tempurnya untuk pergi ke perpustakaan.
“Mah, Nia pergi sebentar ke perpustakaan ya” sambil mencium kening sang mama, Kania berpamitan.
“Hati-hati Nia, walaupun hanya gerimis,tetap dipake jas hujannya ya” mama hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kegigihan anaknya untuk bersepeda dibawah rintik hujan hari itu. Jarak perpustakaan dari rumah memang tidak begitu jauh sehingga sang mama mengijinkan Kania untuk pergi.
______________________________

Perpustakaan tampaknya sepi, mungkin karena hujan. Ah lebih nyaman kalau begitu, pikir Kania. Tidak terasa satu lembar halaman sudah dia dapat. Cerita akhirnya pun sudah rangkup. Untuk lebih cepat dan aman akan ku email saja naskah ini. Dengan sekali click, naskah cerita Kania sudah meluncur ke email Andika.
Kania bergegas meninggalkan perpustakaan. Hujan sudah berhenti. Hanya tinggal rintik air yang jatuh dari pohon-pohon yang basah. Halaman perpustakaan yang rindang memang menjadi daya tarik orang untuk datang kesini. Salah satunya adalah Kania. Tetapi Kania tidak menyadari motor dari tikungan sebelah gedung perpustakaan melaju sangat kencang. Sambil mengayuh pelan sepedanya, dia memandangi daun-daun basah yang tidak begitu jauh diatas kepalanya, Indah dan segar sekali, pikirnya. Tiba-tiba “Braakkk!Sepeda Kania terpental bersama tubuhnya yg mungil dan jatuh diatas batu cadas dekat pohon beringin. Darah mengalir cukup deras dari kepala Kania. Kania tidak sadarkan diri.

Rumah sakit Kardiman seperti biasa ramai. Kebahagiaan menyapa kamar mawar. Tetapi tidak ada keceriaan ditengah bangsal kamar 205. Semua terdiam. Tidak ada yang menyangka kepergian Kania hari itu adalah untuk selamanya. Kania hanya meninggalkan naskah cerita yang dia beri judul “Ketika Pelangi itu Pergi”


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.